(0)



Bisnis.com, JAKARTA — Pelaku dan praktisi di sektor properti berharap agar ada evaluasi terhadap aturan-aturan yang selama ini berlaku sehingga ke depannya pasar properti Indonesia bisa kembali berjalan lancar dan bertumbuh lebih pesat.

Marketing Director Paramount Land Alvin Andronicus mengatakan bahwa ada beberapa aturan yang bisa dievaluasi selama masa kerja Presiden Joko Widodo dalam 5 tahun terakhir, di antaranya soal perizinan, pemerataan pembangunan, investasi lokal dan asing, serta aturan pembiayaan.

Dari sisi perizinan, Alvin mengatakan bahwa selama ini Presiden Jokowi sudah cukup baik untuk memacu percepatan perizinan.

“Perizinan kan sudah ditekankan untuk dipermudah, memang kan tidak bisa sekaligus, tapi dengan gebrakan ini bagaimana ASN [aparatur sipil negara] bisa lebih baik dan bertanggung jawab melayani masyarakat,” katanya kepada Bisnis, Minggu (13/10/2019).

Alvin menegaskan bahwa kementerian dan pemerintah daerah bisa mendukung sepenuhnya program-program yang diusung oleh Presiden untuk memberi kemudahan kepada masyarakat.

Kemudian, pemerataan pembangunan ke Papua atau Kalimantan lewat ibu kota negara baru, menurut Alvin, bisa memberi sentimen positif. Dengan kebijakan tersebut, ke depan, pelaku industri jadi bisa memiliki peluang lebih besar melakukan pembangunan di wilayah-wilayah Timur.

Kemudian, dari sisi perpajakan, belum lama ini pemerintah memberi sejumlah insentif yang dampaknya sangat besar. Dengan kemudahan investasi, baik untuk orang lokal dan asing, akan benar-benar memberikan dukungan bagi pengembangan di Indonesia.

Selain itu, kata Alvin, ada beberapa aturan juga bisa dievaluasi agar tidak hanya menunjukkan keberpihakan kepada konsumen, tapi juga pada pengembang dan kontraktor. Salah satunya yang bisa dievaluasi adalah perjanjian pengikatan jual beli (PPJB) yang terlihat hanya berpihak pada pembeli.

“Jadi saya harapkan kedua belah pihak jadi bertanggung jawab, enggak cuma memberatkan pengembang,” jelasnya.

Kemudian, insentif di instrumen keuangan juga perlu dievaluasi, misalnya, dengan menurunkan suku bunga acuan lebih lanjut dan mengimbau perbankan untuk menyeimbangkan suku bunganya sesuai dengan di Bank Indonesia.

“Meskipun suku bunga acuan BI 5,25 persen, nyatanya bunga KPR masih di atas 10 persen. Di Asia, kita [Indonesia] paling mahal. Pemerintah melalui Kementerian Keuangan coba dilihat kembali. Jangan sampai beban bunga tinggi menyeret perekonomian Indonesia ke arah resesi dan menghambat pasar properti.”

Rivan Munansa, Senior Associate Director Industrial Services Colliers International Indonesia, mengusulkan agar pemerintah memberi insentif terhadap kebijakan investasi, terutama untuk masuknya asing ke Indonesia.

Menurutnya, jangan sampai investasi asing terhalangi oleh aturan-aturan seperti aturan kepemilikan asing dan tenaga kerja.

“Masa berlaku dan persyaratan, dari harga dan surat-surat kependudukan agar dipermudah supaya orang asing juga tertarik beli rumah di Indonesia,” ujar Rivan ketika ditemui Bisnis, pekan lalu.


Sumber : ekonomi.bisnis.com


Baca Artikel Terkait
Berita Terkini | 3 Agustus 2020
BTN Sebut Permintaan Rumah Masih Tinggi
Bisnis.com, JAKARTA - Di tengah pandemi Covid-19, permintaan kebutuhan perumahan tetap ada karena fungsi rumah saat ini bukan hanya sebagai tempat tinggal belaka.Direktur Utama PT Bank Tabungan Negara (BTN) Pahala N. Mansury mengatakan pengaruh pandemi Covid-19 ini berdampak pada menurunnya tingkat pertumbuhan ekonomi nasional."Jumlah dari masyarakat yang terinfeksi terus meningkat,Baca Selengkapnya
Berita Terkini | 3 Agustus 2020
Sektor Perumahan Diyakini Dongkrak Pemulihan Ekonomi Nasional
Bisnis.com, JAKARTAKolaborasi berbagai entitas keuangan dan perumahan diyakini dapat mengakselerasi pemulihan ekonomi nasional (PEN). Hal ini seiring dengan potensi dan daya ungkit dari dua sektor tersebut sangat besar terhadap perekonomian nasional.Wakil Menteri Keuangan Suahasil Nazara mengatakan program PEN merupakan bagian dari kebijakan luar biasa yang ditempuh pemerintah untuk memitigasi dampakBaca Selengkapnya
Berita Terkini | 27 Juli 2020
SMF Revisi Target Penyaluran Pinjaman 30 Persen
JAKARTA, KOMPAS.com - PT Sarana Multigriya Finansial (Persero) atau SMF akan merevisi target penyaluran pinjaman sekitar 30 persen dari total RKAP 2020 senilai Rp 13,035 triliun. Direktur Utama SMF Ananta Wiyogo mengungkapkan hal tersebut saat menjawab pertanyaan Kompas.com, dalam konferensi pers virtual, Senin (27/7/2020). "Kami masih dalam proses, dan angka pastinya masih dibicarakan denganBaca Selengkapnya