(0)



Bisnis.com, JAKARTA — Pemerintah diminta supaya merelaksasi kebijakan yang mensyaratkan penghasilan maksimum Rp8 juta bagi masyarakat berpenghasilan rendah untuk mengambil rumah bersubsidi.

Aturan tersebut diatur dalam Keputusan Menteri Pekerjaan Umum Dan Perumahan Rakyat Nomor 242/KPTS/M/2020.

Ketua Umum Dewan Pimpinan Pusat Persatuan Perusahaan Realestat Indonesia Paulus Totok Lusida meminta agar dilakukan relaksasi dari take home pay menjadi gaji pokok karena mempertimbangkan upah minimum regional (UMR) tiap provinsi.

“Beberapa daerah agak sulit. Di Papua, contohnya, mereka terima gaji di atas Rp8 juta karena biaya hidup mereka sehari-hari cukup tinggi sehingga per bulan mereka membutuhkan biaya tinggi untuk hidupnya. Kenapa saya ambil contoh Papua karena di Papua sampai sekarang realisasinya enggak sampai 5 persen terhadap MBR bersubsidi," ujarnya, Kamis (23/7/2020).

Oleh karena itu, dia menyarankan agar mengenai solusi yang bisa diambil pemerintah yakni memperlonggar aturan tersebut dari ketentuan minimum take home pay menjadi gaji pokok karena mempertimbangkan UMR di setiap provinsi bisa dinaikkan lagi batas maksimalnya.

"Sebagai contoh UMR Batam sebesar Rp4,1 juta, bila suami-istri bekerja, maka mereka tidak bisa memperoleh fasilitas pembiayaan rumah tersebut. Artinya untuk bisa menerima fasilitas perumahan subsidi bagi keluarga semacam ini maka batas maksimum gaji harus dinaikkan lagi di atas Rp8 juta per bulan," ucap Paulus.

Sementara itu, Direktur Jenderal Pembiayaan Infrastruktur Pekerjaan Umum dan Perumahan Kementerian PUPR Eko D. Heripoerwanto berpendapat bahwa syarat batas maksimum gaji yang terlalu tinggi akan menjadi salah sasaran.

"Saya sering mengatakan di berbagai kesempatan, peraturannya memang tidak bisa tiba-tiba lompat ke Rp8 juta untuk gaji pokok karena terus terang saja kalau sampai Rp8 juta, sebagian teman-teman ada yang teriak. Karena contoh gaji pokok ASN eselon 1 semua pasti di bawah Rp8 juta. Dan kalau eselon 1 golongan 4 itu masuk di golongan MBR yang dimaksud, itu akan jadi persoalan. Ini jadi pertimbangan," tuturnya.


Sumber : ekonomi.bisnis.com


Baca Artikel Terkait
Berita Terkini | 11 Agustus 2020
Target Program Sejuta Diprediksi Hanya Tercapai 50 Persen
Bisnis.com, JAKARTA — Realisasi program sejuta rumah hingga akhir tahun ini diperkirakan hanya dapat mencapai 50 persen.Pengamat perkotaan dari Universitas Trisakti Nirwono Yoga mengatakan bahwa dengan kondisi masih dalam pandemi Covid-19 ini dan krisis ekonomi, realisasi pencapaian target 1 juta rumah hanya dapat mencapai 50 persen."Target realistis hanya 50 persenBaca Selengkapnya
Berita Terkini | 11 Agustus 2020
Program Sejuta Rumah ‘Digerogoti Corona’, Capaian Baru Segini
Bisnis.com, JAKARTA — Hingga 10 Agustus, realisasi program sejuta rumah 2020 Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat baru 258.252 unit.Dirjen Perumahan Kementerian PUPR Khalawi Abdul Hamid menuturkan target Kementerian setiap tahunnya untuk dapat membangun 1 juta rumah."Hingga 10 Agustus target 1 juta rumah baru dapat mencapai 258.252 unit," ujarnya kepadaBaca Selengkapnya
Berita Terkini | 3 Agustus 2020
Begini Sederet Skema Pembiayaan untuk Pangkas Backlog Perumahan
Bisnis.com, JAKARTA — Pemerintah menggelontorkan berbagai skema kredit pemilikan rumah bersubsidi untuk memudahkan masyarakat utamanya yang berpenghasilan rendah memiliki hunian.Direktur Jenderal Pembiayaan Infrastruktur Kementerian PUPR Eko D. Heripoerwanto mengatakan bahwa skema yang sudah digelontorkan antara lain subsidi selisih bunga (SSB), fasilitas likuiditas pembiayaan perumahan (FLPP), dan bantuan pembiayaan perumahan berbasisBaca Selengkapnya