(0)



JAKARTA, KOMPAS.com - Kalangan milenial usia produktif dengan rentang usia yang baru mulai bekerja dan berkarir secara profesional hingga level penyelia, manajer, dan pemilik perusahaan rintisan, dinilai sangat mampu membeli apartemen.

Bayangkan, generasi 18-35 tahun ini kerap membelanjakan sebagian besar uangnya untuk gaya hidup agar tetap dipandang eksis di komunitasnya. 

Sebut saja, nongkrong di kafe, ganti gawai setiap ada seri terbaru meluncur, menjadi pelanggan jaringan film atau televisi berbayar, menjadi anggota klub kebugaran, pakaian teranyar, hingga makan di restoran-restoran instagramable.

"Kalau dihitung-hitung, untuk membiayai gaya hidup seperti itu, mereka menghabiskan uang tak kurang dari Rp 8 juta per bulan," ungkap Vice President Triniti Land Bong Chandra, kepada Kompas.com, Minggu (12/5/2019).


Padahal, uang sebanyak itu bisa dialihkan untuk barang yang lebih produktif. Contohnya, properti yang bisa dijadikan sebagai hunian tinggal sekaligus instrumen investasi.

Di sinilah, kata Bong, perlunya edukasi terhadap kalangan milenial bagaimana mengelola keuangan mereka tanpa harus kehilangan interaksi sosial dengan komunitasnya.

Pengeluaran Rp 8 juta per bulan tersebut, bisa dibagi-bagi dalam beberapa pos rutin untuk barang produktif dan instrumen investasi.

"Misalnya, membeli apartemen. Cicilannya hanya Rp 3 juta per bulan untuk tipe studio. Sisihkan 30 persen penghasilan untuk cicilan apartemen. Itu sangat mudah diakses oleh milenial. Sementara uang muka atau down payment (DP) sekarang sudah bisa dicicil kok," papar Bong.

Milenial, lanjut dia, harus cerdas membelanjakan uangnya. Seperti mereka yang telah menjadi konsumen produk-produk yang Bong tawarkan.

Dari total 300 unit produk apartemen yang terjual hingga April 2019, dalam catatan Bong, sekitar 50 persen hingga 60 persen merupakan konsumen milenial.

"Hal ini menunjukkan bawha, sebenarnya kalangan milenial sangat mampu membeli apartemen. Jadi siapa bilang, apartemen tidak bisa mereka akses?," imbuh dia.


Namun demikian, berapa banyak sih, milenial yang mampu menghabiskan Rp 8 juta per bulan?

Dari hasil riset Karir.com dan Rumah123 pada 2016 saja, pendapatan rata-rata milenial adalah sebesar Rp 6.072.111 per bulan.

Suasana kerja di co-working space. Suasana kerja di co-working space.(angelrealestate.co.th)Adapun, kenaikan gaji normal di luar promosi sepanjang tahun 2016 sebesar rerata 10 persen, dan lonjakan harga rumah dengan angka asumsi minimal 20 persen.

Sedangkan untuk dapat mencicil rumah di Jakarta dengan harga termurah Rp 300 juta, dibutuhkan pendapatan minimal Rp 7,5 juta per bulan.

Padahal, kenaikan harga rumah itu adalah yang paling minimal saat pasar properti sedang lesu seperti sekarang ini.

Sementara jika ditelusuri secara historis sejak 2009-2012 yang merupakan era ledakan (booming) properti, kenaikan harga rumah bisa mencapai 200 persen, atau 50 persen per tahun.

Diprediksi, peningkatan harga rumah dalam lima tahun mendatang sekitar 150 persen, sementara kenaikan pendapatan hanya 60 persen dalam periode yang sama.

Dengan estimasi kenaikan minimal 20 persen per tahun, harga rumah yang saat ini dipatok Rp 300 juta akan menjadi Rp 750 juta.

Bandingkan dengan kisaran penghasilan generasi milenial pada tahun 2021 mendatang yang hanya ada di angka Rp 12 juta.


Dengan penghasilan Rp 12 juta tersebut, generasi milenial tidak lagi mampu membeli rumah yang sebenarnya terjangkau oleh mereka saat ini. 

Oleh karena itulah, kata Bong, edukasi tentang pengelolaan keuangan ini menjadi sangat penting bagi milenial.

"Mereka harus disadarkan, bahwa belanja sesuatu yang produktif atau investasi yang akan menjadi aset masa depan jauh lebih penting dari sekadar mempertahankan gaya hidup," sambung Bong.

Tak hanya pengelolaan keuangan, Bong menegaskan, edukasi tentang betapa hidup di apartemen bisa juga membantu kehidupan milenial lebih produktif. 

Satu aset properti bisa dimaksimalkan fungsinya menjadi ruang kerja. Karena saat ini banyak milenial yang menekuni bidang ekonomi dan industri kreatif. 

"We are talking about minimalism as the way of living. Memaksimalkan fungsi atas sesuatu, termasuk membelanjakan uang. Mereka, sekali lagi, mampu beli apartemen," pungkas Bong.


Sumber : properti.kompas.com


Baca Artikel Terkait
Berita Terkini | 8 Juni 2020
Pengembang Properti Minta Keringanan PBB
Bisnis.com, JAKARTA – Asosiasi pengembang properti telah mengajukan sejumlah usulan untuk meringankan beban finansial mereka di tengah pandemi Covid-19, salah satunya keringanan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB). Permintaan itu kini mulai menemui titik terang.Ketua Umum Persatuan Perusahaan Realestat Indonesia (REI) Paulus Totok Lusida mengatakan sudah memberikan usulan terkait keringanan pajakBaca Selengkapnya
Berita Terkini | 8 Juni 2020
BP Tapera: Dua Manfaat bagi Peserta Sanggup Kami Penuhi
Bisnis.com, JAKARTA — Badan Pengelola Tabungan Perumahan Rakyat atau BP Tapera menyatakan bahwa dua janji bagi peserta, yakni imbal hasil simpanan dan manfaat perumahan, dapat dipenuhi dengan strategi alokasi dana untuk investasi.Deputi Komisioner bidang Pengerahan Dana Badan Pengelola (BP) Tapera Eko Ariantoro menjelaskan bahwa terdapat dua jenis manfaat yang akanBaca Selengkapnya
Berita Terkini | 8 Juni 2020
Iuran Tapera, Pekerja Asing Juga Wajib Bayar
Bisnis.com, JAKARTA – Penarikan iuran Tabungan Perumahan Rakyat (Tapera) oleh Badan Pengelola Tapera bakal dimulai pada 2021 mendatang. Pekerja asing pun tak terhindarkan dari kewajiban membayar iuran.Komisioner BP Tapera Adi Setianto mengatakan bahwa pekerja asing juga diwajibkan untuk menjadi peserta Tapera. Nantinya, perusahaan tempat warga asing tersebut bekerja akan diwajibkanBaca Selengkapnya