(0)



Bisnis.com, JAKARTA – Perbankan diharapkan menurunkan suku bunga mereka seiring dengan kebijakan Bank Indonesia kembali menurunkan suku bunga acuan 7-Day Reverse Repo Rate sebesar 25 basis poin menjadi 4 persen, di mana sebelumnya berada di level 4,25 persen.

“Seharusnya pihak perbankan bisa lebih mengedepankan kewajaran dengan juga ikut menurunkan suku bunga mereka. Karena selama ini menurunnya BI 7-Day Reverse Repo Rate tidak selalu diikuti dengan penurunan suku bunga perbankan,” kata Ali Tranghanda, CEO Indonesia Property Watch.

Penurunan suku bunga acuan 7-Day Reverse Repo Rate diharapkan memberikan harapan bagi para pelaku khususnya di sektor properti untuk mengurangi beban bunga. Di sisi lain membangkitkan harapan masyarakat untuk dapat menikmati bunga KPR lebih rendah lagi sehingga daya beli semakin terjaga.

Namun, menurut Ali, kebijakan BI itu tidak ada manfaatnya setelah beberapa kali penurunan yang dilakukan lantaran bunga KPR perbankan masih bertengger cukup tinggi dan belum terlihat penurunan yang signifikan.

Ali sangat menyayangkan hal itu, karena yang terjadi justru bunga-bunga KPR masih cukup tinggi berkisar 9 persen sampai 10 persen.

Beberapa bank sebenarnya sudah melakukan bunga promo yang lebih rendah dengan fixed rate 1 atau 2 tahun saja, tetapi bunga acuan masing-masing masih tinggi.

Selain itu, sebagian pengembang memberikan subsidi bunga sehingga suku bunga KPR terlihat rendah, tetapi kenyataannya itu bukanlah tingkat suku bunga riil.

Ali mengutarakan pula bahwa hal serupa terjadi pada bunga pinjaman kontstruksi. Para pengembang yang telah bekerja sama dengan pihak perbankan saat suku bunga tinggi, belum juga diberikan kebijakan pengurangan suku bunga secara otomatis.

Menurut dia, banyak pengembang dengan suku bunga pinjaman sebesar 11,5 persen sampai 12,5 persen saat ini tidak bisa menikmati tren suku bunga murah. Apalagi jika dilihat spread-nya cukup tinggi dibandingkan dengan bunga acuan BI saat ini mencapai 8,5 persen.

Ali berharap semua pihak untuk tanggap terhadap situasi saat ini. Para pengembang jangan sampai dijadikan objek, karena saat ini sebagian besar terkena dampak pandemi Covid-19 dan akan semakin berat ketika suku bunga tetap tinggi.

“Kami harapkan BI dan OJK [Otoritas Jasa Keuangan] dapat memberikan teguran kepada pihak perbankan untuk ikut juga menurunkan suku bunga mereka. Atau bahkan sedikit paksaan, karena dengan kondisi saat ini dampaknya sangat besar bila tidak diikuti dengan penurunan suku bunga perbankan,” paparnya.


Sumber : ekonomi.bisnis.com


Baca Artikel Terkait
Berita Terkini | 10 Februari 2020
Pasar Properti: Rumah Tapak Paling Potensial di Tahun Ini
Bisnis.com, JAKARTA – Produk rumah tapak dinilai masih akan menjadi segmen yang penjualannya paling potensial pada tahun ini.Director Strategic Consulting Cushman & Wakefield Indonesia Arief Rahardjo mengatakan bahwa pangsa pasar dari subsektor properti tersebut dari tahun ke tahun cenderung stabil. "Pasar perumahan tapak cukup stabil. Kita pantau di Jabodetabek ada sekjtarBaca Selengkapnya
Berita Terkini | 3 Februari 2020
Pemerintah Perlu Tambah Kuota Rumah Subsidi
Bisnis.com, JAKARTA - Selama 100 hari masa kepemimpinan Presiden dan Wakil Presiden Joko Widodo-Ma'ruf Amin, pengembang properti masih mengharapkan tambahan untuk kuota subsidi.Sekretaris Jenderal Asosiasi Pengembang Perumahan dan Pemukiman Seluruh Indonesia (Apersi) Daniel Djumali mengatakan asosiasi menghargai kinerja yang sudah dilakukan pemerintah pada 100 hari terakhir. Terlebih, langkah cepat menambahBaca Selengkapnya
Berita Terkini | 3 Februari 2020
Proyek Properti di Depok Bakal Didominasi Hunian Vertikal
Bisnis,com, JAKARTA—Properti di Depok diproyeksi masih akan tetap menggeliat meski dihadapkan pada persoalan banjir dan ketersediaan lahan yang semakin terbatas.Head of Marketing Rumah.com Ike Hamdan mengatakan saat ini di Depok semakin marak pembangunan hunian vertikal. Banyaknya proyek-proyek pembangunan hunian vertikal khususnya bisa terlihat di kawasan Margonda yang areanya sudah cukupBaca Selengkapnya