(0)



Bisnis.com, JAKARTA — Jelang Ramadan, pengembang properti memprediksi masyarakat dan kalangan investor masih tetap melakukan sikap wait and see menyusul mewabahnya virus corona jenis baru di Indonesia.

Ketua Umum Asosiasi Perumahan dan Permukiman Seluruh Indonesia (Apersi) Junaidi Abdillah mengatakan permintaan hunian bersubsidi dinilai sangat tinggi jika dalam kondisi normal.

"Permasalahannya, Ramadan tahun ini sulit diprediksi mengingat bersamaan dengan adanya wabah COVID-19," ujarnya kepada Bisnis, Minggu (29/3/2020).

Junaidi mengaku permintaan hunian bersubsidi menjelang Ramadan memang tidak terlalu signifikan terhadap pasar properti. Hal ini berkaca pada pengalaman Ramadan 2019.

Namun, jika melihat kondisi saat ini yang penuh dengan ketidakpastian karena belum teratasinya wabah corona di Indonesia, maka transaksi properti cenderung terhambat.

Ketika dihubungi secara terpisah, Commercial and Business Development Director AKR Land Alvin Andronicus menyampaikan pada umumnya, momen Ramadan dan Lebaran menunjukkan adanya penurunan pembelian properti, mengingat publik lebih mengutamakan hal-hal yang bersifat konsumtif.

Namun, dia tak memungkiri sebagian masyarakat juga biasanya sudah ada yang telah berencana dan mengalokasikan uang Tunjangan Hari Raya (THR) untuk menambah pendanaan pembelian properti.

Saat ini, lanjut Alvin, masyarakat akan lebih cenderung mengalokasikan dananya ke sektor yang berbiaya rendah serta untuk jangka pendek. Adapun sektor properti termasuk kebutuhan dasar dan bersifat investasi jangka panjang.

Sejalan dengan itu, maka pelaku bisnis properti mau tak mau harus melakukan berbagai terobosan agar penjualan tetap terserap pasar seperti meringankan uang muka, memberi perpanjangan waktu angsuran, serta menambah gimmick melalui subsidi biaya bunga angsuran bank.

Adapun Direktur PT Ciputra Development Tbk. Harun Hajadi mengungkapkan saat ini, pihaknya tidak mengharapkan penjualan perumahan yang signifikan di tengah adanya penerapan jarak aman antara satu orang dengan orang lainnya atau physical distancing.

"Jika keadaan sudah normal, maka penjualan akan kembali dengan cepat. Karena, yang terjadi adalah pent up demand yaitu permintaan yang besar setelah adanya supresi pengeluaran," tuturnya.


Sumber : ekonomi.bisnis.com


Baca Artikel Terkait
Berita Terkini | 18 Agustus 2020
Sebanyak 81.041 Debitur Sudah Dapat FLPP, Nilainya Rp8,22 Triliun
Bisnis.com, JAKARTA - Sebanyak 81.041 debitur tercatat telah menerima dana fasilitas likuiditas pembiayaan perumahan (FLPP) per Jumat (14/8/2020).Direktur Utama Pusat Pengelolaan Dana Pembiayaan Perumahan (PPDPP) Arief Sabaruddin mengatakan bahwa pada hari yang sama, sebanyak 206.204 calon debitur sudah mengakses aplikasi Sistem Informasi KPR Bersubsidi (SiKasep).Dari jumlah tersebut, sebanyak 82.900 calonBaca Selengkapnya
Berita Terkini | 18 Agustus 2020
2021, Dana Program Prioritas Bidang Perumahan Rp8,09 Triliun
Bisnis.com, JAKARTA – Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat mengalokasikan program prioritas di bidang perumahan sebesar Rp8,09 triliun pada 2021.Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Basuki Hadimuljono mengatakan anggaran sebesar Rp8,09 triliun tersebut digunakan untuk pembangunan rumah susun sebesar Rp4,11 triliun, rumah khusus Rp0,61 triliun, rumah swadaya Rp2,51 triliun,Baca Selengkapnya
Berita Terkini | 11 Agustus 2020
Program Sejuta Rumah Terkendala Sejumlah Hal Ini, Apa Saja?
Bisnis.com, JAKARTA — Asosiasi pengembang meminta agar pemerintah merelaksasi sejumlah aturan agar dapat menstimulus program sejuta rumah.Ketua Umum DPP Persatuan Perusahaan Realestat Indonesia (REI) Paulus Totok Lusida mengatakan bahwa saat ini persyaratan untuk membeli rumah segmen masyarakat berpenghasilan rendah (MBR) sangat ketat yang tentu berdampak pada pembangunan program sejuta rumah."KalauBaca Selengkapnya