(0)



Bisnis.com, JAKARTA - Meskipun sudah menghuni lama dan melunasi hunian vertikal, masih ada saja penghuni yang belum mendapatkan akta jual beli (AJB) dari pengembang.

Executive Director Jakarta Property Institute Wendy Haryanto mengatakan salah satunya terjadi karena pengembang belum mendapatkan Sertifikat Laik Fungsi (SLF) dari Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP) DKI Jakarta.

"Sampai sekarang, masih banyak penghuni hunian vertikal yang belum mendapatkan AJB. Ada tiga hal yang menghambat, perbedaan pengukuran antara DPMPTSP dan sertifikat BPN, adanya hambatan pemenuhan kewajiban, dan peraturan yang masih berbenturan," ujar Wendy.

Wendy mengatakan pengembang harus terlebih dahulu melewati 17 tahap perizinan sebelum mendapatkan SLF. Satu tahapan yang sering menjadi hambatan adalah pemenuhan kewajiban Izin Prinsip Pemanfaatan Ruang (IPPR).

Dia mengungkapkan masih sering terjadi beda pengukuran antara pejabat DPMPTSP dan luas yang tercantum pada sertifikat tanah yang dikeluarkan oleh Badan Pertanahan Nasional (BPN). 

Selain itu, terjadi antrean panjang pengukuran akibat kurangnya sumber daya manusia dari DPMPTSP. Hingga saat ini, beda hasil pengukuran diselesaikan secara kasus per kasus. 

"Ini semua membuat penerbitan keterangan rencana kota menjadi lebih lama. Padahal, IPPR hanya berlaku tiga tahun, sehingga bila kedaluwarsa, pengembang harus mengulang prosesnya dari awal. Bila sudah begini, penerbitan SLF akan semakin jauh dari realisasi," lanjut dia.

Sebelum memperoleh SLF, pengembang juga berkewajiban untuk menyerahkan prasarana lingkungan, fasilitas umum dan fasilitas sosial seperti sekolah, ruang terbuka hijau, perbaikan jalan, dan lain-lain sesuai yang ditetapkan di dalam SIPPR dan/atau dokumen lainnya. 

Lagi-lagi, kata Wendy, keinginan pengembang untuk menyerahkan kewajiban ke Pemerintah Daerah pun terhambat dan dapat memakan waktu lama hingga bertahun-tahun.

Menurut Wendy, banyaknya kendala yang ditemui dalam mendapatkan SLF tak hanya merugikan pengembang, namun juga konsumen. 

Tanpa SLF, penghuni tidak bisa membentuk Perhimpunan Penghuni Rumah Susun (PPRS). Padahal, PPRS salah satunya berfungsi untuk mengumpulkan biaya pemeliharaan gedung. Apabila sudah begini, pengembanglah yang harus rela menanggung biaya tersebut untuk sementara.  

Sedangkan, penghuni juga ikut merugi akibat tidak mendapatkan kepastian dari aset yang seharusnya sudah mereka miliki. Pada akhirnya, industri properti pun akan terganggu karena biaya besar yang diderita pengembang akan mempengaruhi harga dan kualitas bangunan. Tingkat kepercayaan konsumen terhadap pengembang juga menjadi rendah akibat ketidakpastian kepemilikan.


Sumber : properti.bisnis.com


Baca Artikel Terkait
Berita Terkini | 18 Agustus 2020
Sebanyak 81.041 Debitur Sudah Dapat FLPP, Nilainya Rp8,22 Triliun
Bisnis.com, JAKARTA - Sebanyak 81.041 debitur tercatat telah menerima dana fasilitas likuiditas pembiayaan perumahan (FLPP) per Jumat (14/8/2020).Direktur Utama Pusat Pengelolaan Dana Pembiayaan Perumahan (PPDPP) Arief Sabaruddin mengatakan bahwa pada hari yang sama, sebanyak 206.204 calon debitur sudah mengakses aplikasi Sistem Informasi KPR Bersubsidi (SiKasep).Dari jumlah tersebut, sebanyak 82.900 calonBaca Selengkapnya
Berita Terkini | 18 Agustus 2020
2021, Dana Program Prioritas Bidang Perumahan Rp8,09 Triliun
Bisnis.com, JAKARTA – Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat mengalokasikan program prioritas di bidang perumahan sebesar Rp8,09 triliun pada 2021.Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Basuki Hadimuljono mengatakan anggaran sebesar Rp8,09 triliun tersebut digunakan untuk pembangunan rumah susun sebesar Rp4,11 triliun, rumah khusus Rp0,61 triliun, rumah swadaya Rp2,51 triliun,Baca Selengkapnya
Berita Terkini | 11 Agustus 2020
Program Sejuta Rumah Terkendala Sejumlah Hal Ini, Apa Saja?
Bisnis.com, JAKARTA — Asosiasi pengembang meminta agar pemerintah merelaksasi sejumlah aturan agar dapat menstimulus program sejuta rumah.Ketua Umum DPP Persatuan Perusahaan Realestat Indonesia (REI) Paulus Totok Lusida mengatakan bahwa saat ini persyaratan untuk membeli rumah segmen masyarakat berpenghasilan rendah (MBR) sangat ketat yang tentu berdampak pada pembangunan program sejuta rumah."KalauBaca Selengkapnya